JUAL BELI ANJING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ( Analisis Perbandingan Terhadap Pendapat Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah )

ZAID, ZAID (2009) JUAL BELI ANJING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ( Analisis Perbandingan Terhadap Pendapat Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah ). Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

[img]
Preview
PDF
I000010026.pdf

Download (99kB)
[img] PDF
I000010026.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (379kB)

Abstract

Islam mengajarkan manusia untuk senantiasa bekerja dan berusaha mencari mata pencaharian yang dapat mencukupi kebutuhan individu, masyarakat dan daapt mengatasi segala urusannya. Islam juga memberikan dasar-dasar pokok yang diambil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai landasan hukum perbuatan manusia yang taat kepadanya tentang cara-cara mencari mata pencaharian, karena tidak semua cara dibenarkan oleh syari’at Islam. Akan tetapi apa yang ada di dunia ini selalu mengalami perubahan dan perkembangan, begitu juga dengan teknologi dan ilmu pengetahuan yang menuntut masyarakat Islam untuk selalu mengikuti dan mengisinya dengan sendi-sendi Islam. Salah satu contohnya adalah tentang hukum jual beli anjing para ulama berbeda pendapat ada yang tidak membolehkan sama sekali, ada yang membolehkan, dan ada pula yang tidak membolehkan tetapi mengecualikan anjing pemburu atau anjing yang boleh dipelihara. Sebagaimana pendapat Imam Syafi’i dan pendapat Imam Abu Hanifah memiliki perbedaan yang sangat mendasar dimana Imam Syafi’i mengharamkan jual beli anjing sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan tetapi dengan beberapa syarat, perbedaan pendapat tersebut dikarenakan Imam Syafi’i mengutamakan kesudian atas barang yang diperjualbelikan, meskipun barang itu bermanfaat tetapi kalau barang itu tidak suci maka tidak boleh untuk diperjual belikan sedangkan Imam Abu hanifah yang diutamaan atas barang yang diperjual belikan itu manfaatnya. Setiap barang yang ada manfaatnya menurut pandangan syara’ boleh diperjual belikan sekalipun barang itu najis. Perbedaan konsep jual beli di atas merupakan salah satu sebab terjadinya perbedaan pendapat tentang hukum jual beli anjing. Sehingga menghasilkan perbedaan sebagai berikut: Menurut Imam Syafi’i jual beli anjing dalam keadaan apapun juga haram, sedangkan menurut Imam Abu Hanifah jual beli anjing adalah halal kecuali anjing liar. Boleh memiliki anjing yang mu’alam untuk diambil manfaatnya dari haram memiliki anjing yang tidak mu’alam dan liar, demikian menurut Imam Syafi’i, menurut Imam Abu Hanifah boleh memiliki anjing. Imam Syafi’i mengkiyaskan anjing dengan bangkai, babi, khmar dan patung yang haram diperjual belikan krena kenajisannya. Sedangkan Imam Abu Hanifah memandang bahwa anjing bukanlah suatu barang yang diharamkan dan kita boleh memanfaatkannya bahkan anjing yang mu’alam, anjing yang tidak liar itu suatu harga yang dihargai. Setelah mengkomparasikan antara pendapat Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah tentang jual beli anjing serta kepemilikannya, maka penyusun berkesimpulan jual beli anjing yang mu’alam itu diperbolehkan adapun anjing yang tidak mu’alam sekalipun tidak liar itu tidak boleh. Dan boleh memelihara anjing mu’alam untuk tujuan menjaga kepentingan-kepentingan yang dibolehkan syara’.

Item Type: Karya ilmiah (Skripsi)
Uncontrolled Keywords: hukum jual beli anjing, Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > BP Islam. Bahaism. Theosophy, etc
Divisions: Fakultas Agama Islam > Hukum Ekonomi Syariah (HES)
Depositing User: Ari Fatmawati
Date Deposited: 25 Jun 2009 08:52
Last Modified: 04 Jan 2012 04:37
URI: http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/3183

Actions (login required)

View Item View Item