HANDAYANI, WURI (2008) JAMINAN BIAYA HIDUP BAGI ISTRI AKIBAT PERCERAIAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA). Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
PDF
C100020011.pdf Restricted to Repository staff only Download (201kB) |
Abstract
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pasal 1 Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal yang berarti perkawinan adalah untuk seumur hidup atau selamanya dan tidak boleh diputus begitu saja. Putusnya tali perkawinan dapat disebabkan oleh tiga hal yakni kematian, perceraian dan atas keputusan pengadilan. Perkawinan juga dapat dihapus jika salah satu pihak meninggal dan juga jika salah satu pihak kawin lagi, setelah mendapat izin hakim, bilamana pihak yang lainnya meninggalkan tempat tinggalnya hingga sepuluh tahun lamanya dengan tidak ada ketentuan nasibnya. Sebelum izin ini diberikan lebih dahulu mencoba untuk mendamaikan kedua belah pihak. Menurut Pasal 41 huruf c Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa: “Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri” Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau salah satu pihak dalam perkawinan itu. Alasan-alasan perceraian diatur dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975. Alasan-alasan putusnya perkawinan telah diatur di dalam Pasal 39 ayat (1) dan (2) Undang –undang Perkawinan No.1 Tahun 1974. Macam – macam Perceraian : 1. Cerai Talak Cerai talak ini hanya dikhususkan untuk orang yang beragama islam. 2. Cerai Gugat Cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan terlebih dahulu oleh salah satu pihak kepada Pengadilan dan dengan suatu putusan Pengadilan. Kewajiban memelihara dan mendidik anak tidak sama dengan kewajiban menjadi seorang wali dari anak-anak. Baik bekas suami maupun bekas istri berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya berdasarkan kepentingan anak. Suami dan istri bersama bertanggung jawab atas segala biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Harta benda bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung disebut gono- gini, harus dibagi dua antara suami dan istri apabila mereka bercerai. Harta bawaan atau harta asal dari suami atau istri tetap berada ditangan para pihak masing-masing. Harta bawaan dari masing- masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Jaminan biaya hidup ialah biaya hidup yang diberikan oleh seorang suami, digunakan bagi seorang istri apabila dikemudian hari si istri tidak mampu atau tidak dapat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Suami wajib memberikan biaya penghidupan dan menentukan sesuatu bagi bekas istri adalah disesuaikan dengan kemampuan suami dan tidak memberatkan pihak suami apabila bekas istri tidak mempunyai sumber penghidupan yang layak. Jaminan biaya hidup berupa tunjangan nafkah bagi bekas istri setelah perceraian sesuai dengan keputusan pengadilan diberikan selama bekas istri belum menikah lagi dengan laki- laki lain dan akan berhenti apabila bekas istri tersebut telah menikah kembali dengan laki- laki lain. Bahwa hakim dalam memutuskan perkara tentang jaminan biaya hidup bagi istri akibat perceraian tersebut berdasarkan pada pertimbangan yaitu melihat alat bukti yang diajukan oleh para pihak, mendengarkan keterangan saksi yang mengetahui peristiwa yang dialaminya sendiri serta melihat latar belakang sosial ekonomi dari bekas suami. Jaminan biaya hidup bagi istri bisa terjamin apabila keadaan sosial ekonomi bekas suami mencukupi dalam memberikan tunjangan nafkah setiap bulannya, sedang tunjangan nafkah tidak terjamin dikarenakan keadaan sosial ekonomi bekas suami tidak mencukupi dalam memberikan tunjangan nafkah, sehingga dalam memutus perkara tersebut hakim harus melihat terlebih dahulu keadaan sosial ekonomi dari suami tersebut. Bahwa sejauh keadaan sosial ekonomi bekas suami me ncukupi dalam memberikan jaminan biaya hidup kepada bekas istri maka jaminan biaya hidup bagi istri dapat dilakukan oleh bekas suami. Setelah putusan hakim memiliki kekuatan hukum tetap tentang jaminan biaya hidup bagi istri, maka suami berkewajiban untuk menjalankan isi putusan tersebut. Apabila dikemudian hari setelah putusan berlaku, bekas suami yang telah diputuskan untuk memberi tunjangan nafkah kepada bekas istri tidak menjalankan isi putusan yang telah ditetapkan untuknya, maka bekas istri dapat mengajukan eksekusi ke Pengadilan kemudian Pengadilan akan melakukan upaya yaitu eksekusi dengan cara melelang harta benda milik suami yang kemudian hasil lelang tersebut diserahkan pihak Pengadilan kepada bekas istri yang mengajukan eksekusi tentang keterlambatan pemberian tunjangan nafkah.
Item Type: | Karya ilmiah (Skripsi) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Jaminan, Biaya hidup istri, Perceraian |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum > Hukum |
Depositing User: | Mr. Edy Suparno |
Date Deposited: | 13 Aug 2009 07:20 |
Last Modified: | 16 Nov 2010 08:23 |
URI: | http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/4099 |
Actions (login required)
View Item |