ROSMIDI , ROSMIDI (2008) PERCOBAAN BUNUH DIRI (Studi Perbandingan Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam). Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
PDF
C100000366.pdf Restricted to Repository staff only Download (914kB) |
Abstract
Fenomena banyak orang mengakhiri hidupnya secara tragis lebih disebabkan longgoranya seseorang akan nilai-nilai atau norma-norma dalam kehidupan. Artinya ada nilai-nilai atau norma-norma tersebut yang tidak dipahami dengan baik. Dengan demikian, pelaku bertindak didasari oleh nilainya sendiri. Nilai yang dianut oleh pelaku bahwa dengan bunuh diri ia telah menyelesaikan masalahnya, lebih jelasnya seseorang melakukan tindakan bunuh diri karena nilai itulah jalan yang terbaik bagi mereka dari pada bertahan hidup. Bunuh diri dapat diartikan suatu tindakan yang menghilangkan nyawanya sendiri, tindakan tersebut dapat berupa menggunakan alat atau tanpa menggunakan alat yang dilakukan oleh dirinya sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Kecenderungan meningkatnya kasus bunuh diri akhir-akhir ini memang sangat memprihatinkan. Perbuatan itu tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi juga remaja bahkan anak-anak, alasanpun kadang cuma sepele. Masalah bunuh diri termasuk dalam kualifikasi kepentingan daruri yaitu jiwa. Artinya, kepentingan yang bersifat primer bagi manusia haruslah dijaga dan dipelihara secara baik. Dikaitkan dari segi agama, perbuatan bunuh diri sangat dilarang dan dikutuk, karena masalah kehidupan dan kematian itu berasal dari pencipta-Nya. Dalam hukum Islam melarang tindakan bunuh diri sebagaimana melarang pembunuhan. Hukum bunuh diri, menurut kesepakatan ulama, adalah haram dan tergolong dosa yang paling besar setelah syirik. Larangan ini telah ditegaskan dalam Al-Quran dan hadis. Hidup manusia bukanlah miliknya. Dia tidak menciptakan dirinya, tidak pula salah satu dari anggota badannya, dan tidak pula salah satu dari sel-selnya. Jiwanya adalah titipan Allah yang dipercayakan kepadanya. Maka ia tidak boleh menelantarkannya, menganiayanya, apa lagi menghilangkannya. Dalam hal percobaan secara umum, hukum pidana positif dan hukum Islam mempunyai persamaan dalam hal ini. Persamaannya adalah terletak pada masalah untuk dapat dikenakan sanksi bagi pelaku percobaan apabila telah memenuhi beberapa fase, adapun fase-fase tersebut adalah: Fase pemikiran, maksud atau niat, Fase persiapan atau permulaan pelaksanaan, Fase pelaksanaan. Dalam hukum pidana positif, bunuh diri dan percobaannya tidak merupakan tindak pidana, dan tidak diancam pidana. Tetapi keterlibatan orang lain (penyertaan) pada perbuatan bunuh diri diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Penyertaan bunuh diri adalah suatu tindak pidana dimana perbuatan andil dan atau ambil bagian dalam pelaksanaan bunuh diri menyebabkan terjadinya perbuatan bunuh diri (Pasal 345). Dalam hukum pidana Islam bunuh diri dan percobannya merupakan tindakan yang dilarang dan merupakan perbutan jarimah, dan sanksi bagi mereka yang melakukan bunuh diri adalah siksa neraka yang teramat perih. Sementara itu, percobaan bunuh diri pelakunya dikenai hukuman ta’zir karena perbuatannya mengandung unsur maksiat. Hukuman ta’zir beragam jenisnya, dimulai dari hukuman yang paling rendah sampai hukuman yang terberat, dan hakim diberi wewenang untuk memilih di antara hukuman-hukuman tersebut yakni hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta perbuatannya. Perbedaan secara umum hukum Islam dan hukum pidana positif adalah bahwa hukum pidana positif hanya bertujuan untuk kepentingan duniawi yang berkenaan dengan lahiriah bagi kepentingan kehidupan dengan segala macam seluk beluknya, sedangkan hukum Islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dan kepentingan manusia, lahir batin dunia dan akhirat. Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan tindakan bunuh diri dan percobaannya diantaranya adalah: penyakit jiwa (diantaranya depresi, skizoprenia), penggunaan alcohol dan narkotika, kondisi keluarga, perubahan bursa kerja, penyakitpenyakit jasmani, pengaruh media massa dan faktor interaksi antara individu dan lingkungan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah tindakan bunuh diri dan percobaannya diperlukan peran semua lapisan masyarakat diantaranya yaitu: peran individu, peran masyarakat, peran pemerintah, peran instansi pendidikan, peran media massa dan peran iman. Manusia yang beriman adalah manusia yang hatinya selalu berzikir kepada Allah SWT. Dan dengan ikatan zikir ini keyakinan, ketetapan hati, dan ketabahannya semakin kuat. Dia tidak akan mudah putus asa dan terjatuh dalam kesedihan. Dia akan selalu bersabar, menerima ketetapan Tuhan, dan selalu berpegang pada hal-hal yang diutamakan. Kepada pemerintah Indonesia dalam hal ini departemen hukum dan HAM, disarankan agar dalam pembentukan hukum nasional, harus senantiasa memperhatikan dan menjadikan hukum Islam sebagai salah satu sumber acuan bagi pembentukan hukum nasional, sebab masyarakat Indonesia sebagian besar adalah pendudukannya beragama Islam. Kepada segenap lapisan masyarakat untuk dapat berperan aktif bekerjasama dalam hal mengatasi masalah bunuh diri, yang selalu mengalami peningkatan.
Item Type: | Karya ilmiah (Skripsi) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Bunuh diri |
Subjects: | K Law > K Law (General) |
Divisions: | Fakultas Hukum > Hukum |
Depositing User: | Mrs. Gatiningsih Gatiningsih |
Date Deposited: | 29 Jul 2009 03:36 |
Last Modified: | 16 Nov 2010 11:03 |
URI: | http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/3797 |
Actions (login required)
View Item |