TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN MUT’AH DALAM PUTUSAN MA RI NO. REG. 441 K/ AG/ 1996

PARAMITA , RIZQIA ANNISA (2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN MUT’AH DALAM PUTUSAN MA RI NO. REG. 441 K/ AG/ 1996. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta .

[img]
Preview
PDF
C100060403-I000050008.pdf

Download (396kB)
[img] PDF
C100060403-I000050008.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (916kB)

Abstract

Perkawinan sangat penting bagi kehidupan manusia, baik perorangan maupun kelompok. Hanya dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan berlangsung secara terhormat dan mempunyai kedudukan mulia. Pada prinsipnya suatu perkawinan itu ditujukan untuk selama hidup dan kehidupan yang kekal abadi bagi pasangan suami istri yang bersangkutan. Dalam melaksanakan kehidupan suami istri mungkin terjadi konflik dan perselisihan serta salah paham diantara keduanya. Jika hal ini terjadi hendaknya segera diupayakan jalan keluar dan solusi damai dengan cara musyawarah dengan pihak-pihak yang terkait. Apabila usaha untuk mendamaikan keduanya tidak berhasil dan keduanya tetap bersikeras untuk bercerai, maka Islam membenarkan dan mengijinkan perceraian tersebut sebagai satu-satunya jalan keluar terakhir dari konflik yang terjadi. Agar perceraian tidak terlalu mudah terjadi dan atas pertimbangan maslakhah mursalah, maka perceraian apapun bentuknya diharuskan melalui lembaga pengadilan yang sah dan legal. Menurut hukum Islam, setelah terjadinya perceraian yang dilakukan di muka pengadilan, bekas suami mempunyai kewajiban untuk memberikan nafkah kepada bekas istri yang telah diceraikannya antara lain : member mut’ah, melunasi atau membayar mas kawin/ mahar dan member nafkah anak-anaknya. Dalam skripsi ini membahas salah satu dari kewajiban suami yang telah menceraikan istrinya yaitu member mut’ah yang penulis ambil dari putusan MA RI No. Reg. 441 K/ AG/ 1996 untuk mendiskripsikan pandangan Islam terhadap putusan tersebut. Dengan merujuk kaidah hukum “ Faktor penyebab perceraian dari pihak suami, maka wajiblah ia mencari nafkah kepada istri yang telah diceraikannya selama masa iddah dan belum menikah lagi”. Sedangkan Mahkamah Agung RI memutuskan perkara ini dengan keputusan : Bahwa mantan suami wajib memberikan mut’ah kepada mantan istrinya sampai ia menikah lagi. Dengan demikian, maka menurut analisa, penulis kurang sependapat dengan putusan tersebut, penulis lebih setuju dengan putusan Pengadilan Agama Samarinda yang memutuskan untuk membrikan mut’ah sekaligus dalam satu waktu setelah selesai masa ‘iddah.

Item Type: Karya ilmiah (Skripsi)
Uncontrolled Keywords: mut'ah, hukum Islam
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Hukum > Hukum
Depositing User: Users 1504 not found.
Date Deposited: 21 Jan 2011 07:58
Last Modified: 12 Jun 2012 06:52
URI: http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/9980

Actions (login required)

View Item View Item