PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PERIKANAN DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN PENDEKATAN TRANSEDENTAL

Hanafi, Muhammad Amin and -, Prof. Dr. Absori, S.H., M.Hum and -, Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, S.H., M.Hum and -, Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M.Hum (2020) PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PERIKANAN DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN PENDEKATAN TRANSEDENTAL. Disertasi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

[img] PDF (Ringkasan Disertasi)
14. Amin Hanafie OK.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (663kB)

Abstract

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi yang semakin destruktif dan eksploitatif terhadap Sumber Daya Alam. Prinsip efisiensi yang melebarkan jarak antara produksi dan keuntungan menjadi satu hal yang tak terbantahkan. Prinsip efisiensi ini kemudian bisa disaksikan dalam bentuk kejahatan pencurian ikan. Dengan potensi perikanan Indonesia sebesar US$ 31.935.651.400/tahun. Keberadaan sumber daya alam yang begitu besar, tidak dapat dipungkiri menjadikan keberadaan serta posisi Indonesia sangat strategis. Sistem hukum menurut Friedman tersusun menurut subsistem hukum yang terdiri atas substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Ketiga unsur tersebut sangat berpengaruh. Apakah suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik atau tidak. Substansi hukum terkait dengan pengaturan hukum atau peraturan perundang-undangan, struktur hukum penekanannya lebih kepada aparatur penegak hukum dan sarana prasarana. Sedangkan budaya hukum lebih kepada penekanan prilaku masyarakatnya. Islam adalah ajaran agama yang sangat menghargai lingkungan hidup, termasuk dalam hal ini adalah lautan. Abd Mudi menyebutkan, kata bahr (laut atau lautan) baik yang mufrad, thaniah maupun jama’ disebutkan 42 kali. Kata awan (sahib) sebagai fasilitator minimal diulang 9 kali. Dalam Surat An-Naziat, Allah berfirman: “Ia memancarkan dari padanya mata air dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya.” Secara ekologi ayat ini dipandang sebagai proses penciptaan elemen paling penting dalam kehidupan. Penegakan hukum tindak pidana Perikanan mendasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan (untuk selanjutnya disebut dengan UU Perikanan). Penegakan hukum tindak pidana Perikanan berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan (untuk selanjutnya disebut dengan UU Perikanan). Adapun ketentuan pidananya diatur pada Pasal 84 s/d Pasal 104. Salah satunya adalah tentang penenggelaman kapal yang digunakan untuk melakukan tindak pidana Perikanan. Berdasaran No 45 Tahun 2009 Tentang perubahan Undang-Undang RI No 31 tahun 2004 tentang perikanan, secara substansial norma yang diberlakukan adalah norma sasi suatu Aturan berupa bentuk anjuran dan larangan dalam proses produksi. Sanksi yang diberikan kepada pelaku pencurian ikan di wilayah perairan yang sudah ditentukan oleh ketua adat setempat, berupa: (1) peringatan; (2) denda sesuai dengan kesepakatan masyarakat adat setempat; dan (3) perahu (pajeko) dalam bahasa Ternate atau kapal motor penangkap ikan disita oleh Kesultanan untuk digunakan oleh masyarakat dengan cara bagi hasil. Secara budaya hukum norma hukum adat masih diakui oleh masyarakat Ternate meskipun terbatas dalam penganggaran tertentu. Lembaga adat Kesultanan Ternate pada tahun 2018 telah memutus tiga perkara di wilayah perairan Teluk Kao berkaitan dengan penangkapan ikan. Selain Penegakan Hukum Adat yang dijalankan oleh Kesultanan, di Maluku Utara sendiri mengenal Adat sasi yang merupakan aturan adat yang membatasi orang untuk mengambil ikan atau sumber daya lainya dalam jenis dan jangka waktu tertentu, sehingga keseimbangan ekologi tetap terjaga ABSTRACT The development of science and technology that is increasingly destructive and exploitative of natural resources. The principle of efficiency that widens the gap between production and profit is indisputable. This efficiency principle can then be witnessed in the form of illegal fishing crimes. With Indonesia's fishery potential of US $ 31,935,651,400 / year. The existence of such a large natural resource, cannot be denied that the existence and position of Indonesia is very strategic. The legal system according to Friedman is structured according to the legal subsystem which consists of legal substance, legal structure and legal culture. These three elements are very influential. Whether a legal system can work well or not. The substance of the law is related to legal arrangements or statutory regulations, the emphasis of the legal structure is more on law enforcement officials and infrastructure. Meanwhile, legal culture is more to emphasize the behavior of its people. Islam is a religious teaching that highly respects the environment, including in this case is the ocean. Abd Mudi said, the word bahr (sea or ocean) both mufrad, thaniah and jama 'is mentioned 42 times. The word cloud (sahib) as facilitator is repeated at least 9 times. In Surat An-Naziat, Allah says: "He emits from it a spring and (grows) its vegetation." Ecologically this verse is seen as the process of creating the most important element in life. Law enforcement of fisheries crime is based on the provisions of Law Number 45 of 2009 concerning Fisheries (hereinafter referred to as the Fisheries Law). Law enforcement of fisheries crime is based on the provisions of Law Number 45 of 2009 concerning Fisheries (hereinafter referred to as the Fisheries Law). The criminal provisions are regulated in Article 84 to Article 104. One of them is regarding the sinking of ships used to commit fisheries crime. Based on No. 45 of 2009 concerning amendments to Law No. 31 of 2004 concerning fisheries, substantially the enforced norms are the norms of sasi a rule in the form of recommendations and prohibitions in the production process. Sanctions given to perpetrators of illegal fishing in water areas that have been determined by the local customary leader are in the form of: (1) warning; (2) a fine in accordance with the agreement of the local customary community; and (3) boats (pajeko) in Ternate or motor fishing boats were confiscated by the Sultanate to be used by the community by means of profit sharing. Culturally, customary law norms are still recognized by the Ternate community even though they are limited in certain budgeting. In 2018, the customary institution of the Sultanate of Ternate has decided three cases in the waters of Kao Bay relating to fishing. In addition to the customary law enforcement carried out by the Sultanate, North Maluku itself recognizes Adat sasi, which is a customary rule that restricts people from taking fish or other resources within a certain type and period of time, so that the ecological balance is maintained.

Item Type: Karya ilmiah (Disertasi)
Uncontrolled Keywords: law enforcement, criminal acts, fisheries, transcendental approach, penegakan hukum, tindak pidana, Perikanan, pendekatan transendental
Subjects: K Law > K Law (General)
Divisions: Fakultas Pasca Sarjana > Program Doktor (S3) Ilmu Hukum
Depositing User: Mrs. Gatiningsih Gatiningsih
Date Deposited: 30 Dec 2020 06:47
Last Modified: 07 Aug 2021 02:23
URI: http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/88212

Actions (login required)

View Item View Item